Share |

Pesan Paus Benedictus XVI

Diposting oleh St. Nicodemus


Hari Minggu Misi Sedunia ke-83

28 Juli 2009 13:23

PESAN PAUS BENEDIKTUS XVI
HARI MINGGU MISI SEDUNIA Ke-83
18  Oktober 2009
"Bangsa-bangsa akan Berjalan di dalam Cahayanya " (Why 21: 24)
Saudara-Saudari Terkasih,
Pada hari Minggu ini, yang secara khusus dipersembahkan untuk karya misi, saya mengajak pertama-tama, saudara-saudaraku sekalian dalam pelayanan selaku uskup dan pastor,  saudara dan saudari sekalian, umat Allah, untuk membangkitkan dalam diri kita kesadaran akan amanat misioner Kristus untuk "menjadikan semua bangsa murid-Nya" (Mat 28:19), dengan mengikuti jejak kaki Santo Paulus, Rasul Bangsa-bangsa agar "semua bangsa berjalan dalam cahaya-Nya" (Why 21:24).
Tujuan  misi Gereja adalah menerangi semua umat manusia yang sedang mengarungi sejarah kehidupan menuju Allah di bawah panduan cahaya Injil sehingga di dalam Dia mereka menjadi penuh dan lengkap. Kita harus memelihara kerinduan dan hasrat untuk menerangi segala bangsa dengan terang Kristus, yang bercahaya melalui wajah Gereja, sehingga semua orang dikumpulkan dalam satu keluarga umat, di bawah  kasih kebapaan Allah. Dalam perspektif itulah, para murid Kristus menyebar dalam seluruh karya dunia, berusaha untuk mengatasi beban penderitaan, mempersembahkan hidup mereka. Marilah kita sekali lagi mewartakan dengan berani apa yang sering ditegaskan oleh para Paus Pendahuluku: Gereja berkarya bukan untuk memperluas kekuasaan atau menegaskan penguasaannya, tetapi untuk membawa, kepada semua orang, Kristus, Penyelamat dunia. Kita  tidak meminta sesuatu pun kecuali membaktikan diri kita dalam pelayanan kepada umat manusia, khususnya mereka yang menderita dan terpinggirkan, karena kita yakin bahwa "usaha untuk mewartakan Injil kepada umat manusia dewasa ini ... adalah pelayanan yang diberikan kepada jemaat Kristiani dan juga kepada semua umat manusia" (Evangelii Nuntiandi,1), yang "telah mencapai prestasi-prestasi yang mengagumkan tetapi yang tampaknya telah kehilangan kepekaannya akan realitas-realitas yang terakhir  dan terhadap kehidupan itu sendiri" (Redemptoris Missio, 2).
•1.      Semua Bangsa dipanggil kepada keselamatan
Sebetulnya, seluruh umat manusia memiliki panggilan dasar untuk kembali kepada sumbernya, kembali kepada Allah, karena dalam Dia sendirilah umat manusia dapat mencapai kepenuhannya melalui pembaruan segala sesuatu dalam Kristus. Penyebaran, keberagaman, konflik, permusuhan akan diredakan dan didamaikan melalui darah dari  Salib dan dituntun kembali kepada kesatuan. Awal yang baru ini dimulai dengan Kebangkitan dan Kemuliaan Kristus, yang menarik segala sesuatu kepada diri-Nya, membarui mereka dan memampukan mereka untuk ambil bagian dalam kebahagiaan abadi bersama Allah. Masa depan penciptaan baru  sudah bercahaya dalam dunia kita  kini dan, kendati  terjadi pertentangan dan penderitaan, menyalakan harapan akan hidup baru.  Misi  Gereja adalah untuk ‘mengarahkan' semua orang kepada pengharapan baru. Itulah sebabnya mengapa Kristus memanggil, menguduskan dan mengutus para murid-Nya untuk mewartakan Kerajaan Allah, sehingga semua bangsa boleh menjadi umat Allah. Dalam misi itulah, ziarah sejati umat manusia dipahami dan diuji. Misi universal harus menjadi hal yang tetap fundamental dalam kehidupan Gereja. Mewartakan Injil harus menjadi bagi kita, seperti bagi Rasul Paulus, tugas pertama dan paling mendesak.
2. Gereja Peziarah
Gereja universal yang tidak mengenal garis-pinggir dan tapal-tapal batas, merasa bertanggung jawab untuk mewartakan Injil kepada seluruh umat manusia (bdk. Evangelii Nuntiandi, 53). Itulah tugas dan tanggung jawab Gereja, benih harapan berkat panggilan, untuk melanjutkan karya pelayanan Kristus di dunia. Karya misi dan pelayanan Gereja tidak terbatas pada pemenuhan kebutuhan spiritual dan material dalam kehidupan di dunia ini, tetapi suatu penyelamatan segala batas agar mencapai pemenuhan dalam suatu persatuan Kerajaan Allah (bdk. Evangelii Nuntiandi, 27). Kerajaan Allah ini, walaupun pemenuhannya bersifat eskatologis dan bukan di dunia ini (bdk. Why 18:36), merupakan kekuatan untuk keadilan dan perdamaian, untuk kebebasan dan penghargaan terhadap martabat setiap pribadi, dalam dunia dan sejarahnya. Gereja ingin mengubah dunia dengan mewartakan Injil  Cinta kasih, "yang dapat selalu menerangi dunia yang semakin suram dan memberi kita keberanian yang dibutuhkan untuk hidup dan berkarya ... dan dengan cara ini membuat terang Allah masuk ke dalam dunia" (Deus Caritas Est, 39). Untuk misi dan pelayanan inilah, saya mengimbau, dengan Pesan Misi ini, semua umat dan lembaga Gereja untuk berpartisipasi. 
3. Misi  Ad  Gentes (  kepada Bangsa-bangsa)
Misi Gereja adalah memanggil semua umat kepada keselamatan yang dipenuhi oleh Allah melalui Putra-Nya yang menjadi manusia. Karena itu penting sekali untuk membarui komitmen kita untuk mewartakan Injil yang adalah ragi kebebasan dan kemajuan, persaudaraan, kesatuan dan perdamaian (bdk. Ad Gentes, 8). Saya mau "menegaskan sekali lagi bahwa tugas untuk mewartakan Injil kepada semua umat manusia merupakan perutusan hakiki Gereja" (Evangelii Nuntiandi, 14), suatu tugas dan misi yang semakin mendesak dalam masyarakat dewasa ini yang mengalami perubahan yang meluas dan mendalam. Yang terancam bahaya adalah keselamatan abadi umat Allah, tujuan dan pemenuhan sejarah umat manusia dan alam semesta. Dijiwai dan diinspirasi oleh Rasul Bangsa-bangsa, kita harus menyadari bahwa Allah memiliki banyak umat di kota-kota yang dikunjungi oleh para rasul dewasa ini (bdk Kis 18:10). Sebetulnya "bagi kamulah janji itu dan bagi anak-anakmu dan orang yang masih jauh, yaitu semua  orang yang akan dipanggil oleh Tuhan Allah kita." (Kis 2:39). Seluruh Gereja harus diabdikan kepada misi ad gentes, sampai kekuasaan Kristus yang menyelamatkan terpenuhi: "Sekarang ini, benar, belum kita lihat bahwa segala sesuatu telah ditaklukkan kepada-Nya" (Ibr 2:8).
4. Dipanggil untuk mewartakan melalui kemartiran  
Pada hari yang dipersembahkan secara khusus kepada misi ini, saya berdoa bagi orang-orang yang telah menyerahkan diri mereka secara khusus untuk karya pewartaan Injil. Saya menyebut Gereja-gereja lokal dan para misionaris yang memberikan kesaksian dan mewartakan Kerajaan Allah dalam situasi penganiayaan, dengan berbagai bentuk penindasan, mulai dari diskriminasi sosial sampai penjara, penganiayaan dan kematian. Tidak sedikit jumlah orang yang dihukum mati demi "Nama-Nya". Kata-kata yang masih sangat relevan dewasa ini disampaikan oleh Pendahulu yang Mulia, Paus Yohanes Paulus II: "Kenangan perayaan telah memperlihatkan kepada kita suatu pemandangan yang mengejutkan, yang menunjukkan bahwa di zaman kita ini sangat banyak saksi dengan cara yang berbeda-beda mampu menjalani hidup Injil di tengah dunia yang penuh permusuhan dan penganiayaan, sering kali hingga titik pengujian tertinggi berupa menumpahkan darah mereka." (Novo Millennio Ineunte,41). Partisipasi dalam karya misi Kristus sebetulnya memberi dampak terhadap kehidupan orang-orang yang mewartakan Injil, karena mereka akan mengalami nasib yang sama seperti Guru mereka, "Ingatlah kata-kata yang saya sampaikan kepadamu: Seorang hamba tidak lebih besar daripada tuannya. Jika mereka menganiaya aku, mereka juga akan menganiaya kamu" (Yoh 15:20). Gereja mengikuti jalan yang sama dan menderita nasib yang sama seperti Kristus, karena Gereja tidak berkarya atas dasar pikiran  manusia atau bersandar pada kekuatannya sendiri, tetapi ia mengikuti jalan Salib, dalam ketaatan kepada Bapa, menjadi saksi dan teman perjalanan bagi umat manusia. Saya mengingatkan Gereja-gereja tua dan banyak Gereja yang didirikan kemudian  bahwa mereka ditempatkan oleh Tuhan untuk menjadi garam dunia dan terang dunia, dan dipanggil untuk mewartakan Kristus, Terang bangsa-bangsa, ke sudut-sudut dunia. Missio ad gentes harus menjadi prioritas dalam program pastoral. Kepada Karya-karya Kepausan, saya mengucapkan terima kasih dan dorongan atas pelayanan mereka yang luar biasa untuk mempromosikan animasi dan formasi misi serta bantuan material bagi Gereja-gereja muda. Melalui Lembaga-lembaga Kepausan, persekutuan di antara Gereja-gereja menjadi tampak secara sangat mengagumkan, yaitu pertukaran karunia, keprihatinan  timbal-balik  dan  perencanaan  misi  bersama. 
5.   Penutup
Semangat misioner selalu menjadi tanda kehidupan Gereja-gereja kita (bdk. Redemptoris Missio 2). Namun demikian perlu ditegaskan kembali bahwa pewartaan Injil pertama-tama adalah karya Roh Kudus dan bahwa sebelum melakukan kegiatan, tugas perutusan merupakan suatu kesaksian dan suatu cara hidup Kristus yang bersinar kepada orang lain (bdk.Redemptoris  Missio 26 ), pada pihak Gereja setempat, yang mengutus para misionarisnya ke luar wilayahnya sendiri. Karena itu saya mengimbau semua orang Katolik untuk berdoa agar Roh Kudus semakin meningkatkan semangat Gereja untuk berkarya demi  misi, untuk menyebarluaskan Kerajaan Allah dan mendukung para misionaris dan komunitas-komunitas Kristiani  yang terlibat dalam karya misi, di garis depan, sering dalam situasi penuh permusuhan dan penganiayaan. Pada kesempatan ini pula, saya mengimbau siapa pun sebagai tanda persekutuan sejati,  memberikan bantuan finansial, terutama pada masa krisis yang berdampak besar terhadap kemanusiaan, untuk membantu Gereja-gereja muda agar tetap siap menerangi bangsa-bangsa dengan Injil Cinta kasih. Semoga, dalam menjalani kegiatan misioner, kita semua dituntun oleh Perawan Maria yang Terberkati, bintang Evangelisasi, yang melahirkan Kristus ke dunia untuk menjadi terang bagi bangsa-bangsa dan membawa keselamatan "sampai ke ujung bumi" (Kis 13:47).
Dengan penuh kasih,  Saya  melimpahkan  Berkat  Apostolik kepada Anda Sekalian
Dari Vatikan, 29 Juni 2009

Bunda Maria

Diposting oleh St. Nicodemus

Renungan untuk hari ini kami ( Pengurus Lingkungan Nicodemus ) mengkutib dari Katolik 

"Inilah ibumu!"

(Ibr5:7-9 ; Yoh19:25-27)

“Dan dekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas dan Maria Magdalena. Ketika Yesus melihat ibu-Nya dan murid yang dikasihi-Nya di sampingnya, berkatalah Ia kepada ibu-Nya: "Ibu, inilah, anakmu!" Kemudian kata-Nya kepada murid-murid-Nya: "Inilah ibumu!" Dan sejak saat itu murid itu menerima dia di dalam rumahnya.”(Yoh19:25-27), demikian kutipan Warta Gembira hari ini

Berrefleksi atas bacaan-bacaan dalam rangka mengenangkan pesta ‘SP Maria Berdukacita’ hari ini saya sampaikan catatan-catatan sederhana sebagai berikut:

Seorang ibu yang baik senantiasa mengasihi anak-anaknya dalam kondisi dan situasi apapun dan dimanapun, demikian juga ketika anak-anak sudah tumbuh berkembang menjadi dewasa atau berkeluarga. Maka ada lagu yang begitu bagus dan indah:”Kasih ibu kepada beta, tak terhingga sepanjang masa. Hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia”. Hari ini kita kenangkan “Bunda Maria” yang berdukacita, pesta untuk mengenangkan bahwa Bunda Maria senantiasa bersama dan bersatu dengan Yesus, yang kemarin kita kenangkan persembahan diriNya di puncak kayu salib. Bunda Maria berdiri di dekat salib Yesus, bahkan Michael Angelo melukiskan Bunda Maria memangku Yesus yang telah wafat di kayu salib. Bunda Maria adalah teladan umat beriman, maka marilah kita sebagai orang beriman dengan rendah hati berusaha meneladan Bunda Maria, antara lain bersama dan bersatu dengan Yesus yang disalibkan, yang mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah dan dunia, demi keselamatan seluruh dunia seisinya. Kita dipanggil untuk berdiri di dekat salib Yesus, sahabat kita, dan selayaknya sebagai sahabatNya berpartisipasi dalam persembahanNya demi keselamatan seluruh dunia. Mayoritas waktu dan tenaga kita setiap hari untuk mendunia, berpartisipasi dalam seluk-beluk duniawi. Semakin mendunia hendaknya semakin beriman agar kita mampu mempersembahkan diri kita bersama semua pekerjaan, kesibukan, beban dst. kepada Tuhan. Dengan kata lain marilah kita memberikan diri seutuhnya pada pekerjaan, tugas atau kewajiban yang dibebankan kepada kita dengan semangat “hanya memberi tak harap kembali, bagai sang surya menyinari dunia”. Semoga cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun ‘menyinari dunia’ artinya membuat dan menyebabkan segala sesuatu baik adanya. Masing-masing dari kita menjadi ‘terang’ bagi dunia; kehadiran dan sepak terjang kita dimanapun dan kapanpun tidak mempersulit orang lain, melainkan membuat orang lain dengan mudah dan gembira melaksanakan tugas pekerjaan dan kewajiban mereka.

“Dalam hidup-Nya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkan-Nya dari maut, dan karena kesalehan-Nya Ia telah didengarkan” (Ibr5:7). Kutipan ini pertama-tama dikenakan pada Yesus, tetapi kiranya juga dapat dikenakan kepada Bunda Maria. Ingat dalam kisah pesta perkawinan di Kana, dimana Bunda Maria minta kepada Yesus untuk berbuat sesuatu demi keselamatan pesta perkawinan, dan Yesus pun melaksanakan dengan membuat mujizat, air menjadi anggur yang terbaik. Pada masa kini devosi kepada Bunda Maria kiranya semakin tumbuh dan berkembang, antara lain semakin maraknya ziarah ke tempat ziarah Bunda Maria atau berdoa di hadapan ‘patung Bunda Maria’ yang berada di gereja, kapel atau gua-gua. Bukup banyak permohonan dipersembahkan kepada Tuhan dengan perantaraan Bunda Maria, dan juga sudah cukup banyak permohonan yang dikabulkan. Dalam berbagai penampakan Bunda Maria, yang diimani, antara lain diceriterakan bahwa Bunda Maria melelehkan air mata: air mata kasih bagi para pendosa. Bunda Maria setia pada pesan Yesus di puncak kayu salib “Ibu, inilah anakmu”. Lelehan air mata Bunda kiranya merupakan tawaran kasih bagi para pendosa agar bertobat, meninggalkan aneka macam bentuk kejahatan yang telah dilakukannya. Maka dengan ini kami mengingatkan kita semua, yang merasa berdosa, namun kiranya kita semua adalah pendosa, marilah kita tanggapi ‘ratap tangis’ atau ‘lelehan air mata’ Bunda Maria dengan bertobat, menjadi anak-anak kesayangan Bunda Maria, yang juga berarti menjadi sahabat-sahabat Yesus, hidup dan bertindak meneladan cara hidup dan cara bertindak Yesus.

“Pada-Mu, TUHAN, aku berlindung, janganlah sekali-kali aku mendapat malu. Luputkanlah aku oleh karena keadilan-Mu,sendengkanlah telinga-Mu kepadaku, bersegeralah melepaskan aku! Jadilah bagiku gunung batu tempat perlindungan, kubu pertahanan untuk menyelamatkan aku! Sebab Engkau bukit batuku dan pertahananku, dan oleh karena nama-Mu Engkau akan menuntun dan membimbing aku.Engkau akan mengeluarkan aku dari jaring yang dipasang orang terhadap aku, sebab Engkaulah tempat perlindunganku. Ke dalam tangan-Mulah kuserahkan nyawaku; Engkau membebaskan aku, ya TUHAN, Allah yang setia “ (Mzm31:2-6)

Jakarta, 15 September 2009


Tgl 14Sep2009 oleh Rm.I. Sumarya, S.J

Pentingnya Mengerti Pernikahan Katolik bagi Umat

Diposting oleh St. Nicodemus


Pentingnya mengerti pernikahan katolik bagi umat membuat kami ( Lingkungan St.Nicodemus )

mengutip artikel ini dari Mirifica News dan semoga pesan ini tersampaikan bagi/untuk umat. 

Salam

Lingkungan St.Nicodemus

Transformasi “Bonum Coniugum” dari dicintai menjadi mencintai

02 Juni 2008 14:09

Relevansi kanon 1055, §1.
Rm D. Gusti Bagus Kusumawanta, Pr

Unsur hakiki dan tujuan perkawinan
Dalam setiap persiapan perkawinan sudah banyak materi yang diberikan oleh petugas KPP (Kursus Persiapan Perkawinan) seperti misalnya tentang ekonomi keluarga, sakramen perkawinan, spiritualitas perkawinan, namun belum banyak bahan yang diberikan menyangkut hal pokok seperti unsur-unsur hakiki dan tujuan perkawinan. Apa saja unsur-unsur hakiki dan tujuan perkawinan? Kanon 1055,§1 menyatakan perkawinan terarah pada dua tujuan: "dari kodratnya perkawinan terarah pada kesejahteraan suami-isteri (bonum coniugum), kelahiran dan pendidikan anak (bonum prolis)". Hal yang sama tentag "bonum prolis" dinyatakan dalam GS, no. 50 bahwa tujuan perkawinan untuk kelahiran dan pendidikan anak. Bonum coniugum diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti kesejahteraan suami-isteri. Kesejahteraan suami isteri merupakan tujuan personal dari perkawinan, sekaligus merupakan unsur hakiki dari perkawinan. Maka jika hal itu tidak ada dalam perkawinan otomatis perkawinan itu dapat dianulir. Mengapa demikian? Karena suami atau isteri atau keduanya tidak menyadari atau tidak memiliki unsur yang fundamental (hakiki) dalam membentuk perkawinan, sehingga perkawinan itu tidak ada. Dan dalam kenyataan perkawinan (matrimonium in facto esse) yang demikian itu, banyak yang bubar karena tidak tercapai kesejahteraan secara personal dalam perkawinan. Banyak perkawinan saat ini yang mengabaikan unsur kesejahteraan suami-isteri, mereka tidak siap membangun keluarga karena faktor ekonomi akibatnya setelah beberapa tahun mereka gagal dan bubar perkawinannya. Kesejahteraan yang dimaksudkan dalam kodeks ini aspek ekonomi/materi dan juga rohani/mental.
Kanon 1055, §1: ciri kodratnya perkawinan terarah pada kesejahteraan suami-isteri
Kanon 1055, §1: menyatakan bahwa "Perjanjian (foedus) perkawinan, dengannya seorang laki-laki dan seorang perempuan membentuk antara mereka persekutuan (consortium) seluruh hidup, yang menurut ciri kodratnya terarah pada kesejahteraan suami-isteri (bonum coniugum) serta kelahiran dan pendidikan anak (bonum prolis), antara orang-orang yang dibaptis, oleh Kristus Tuhan diangkat ke martabat sakramen (bonum sacramentum). Bila kita telisik lebih dalam sebagai sebuah materi dalam KPP dan sekaligus menjadi bantuan bagi para penggerak KPP, makna "bonum coniugum" sungguh penting. Praksis hidup perkawinan terarah pada tujuan personal perkawinan yakni suami dan isteri dalam perjalanan hidup perkawinan memiliki kesejahteraan hidup (ekonomi/materi dan mental/rohani).
Transformasi "bonum coniugum" dari dicintai menjadi mencintai (aspek mental/rohani)
Dalam hidup suami isteri, "bonum coniugum" menghendaki agar gagasan cinta berubah dari dicintai ke kedewasaan untuk mencintai. Hal ini membutuhkan waku yang lama, bertahun-tahun dalam hidup perkawinan nyata dengan "melupakan diri sendiri" (egoisme) dan mengutamakan pasangan. Dengan mencintai pasangan suami atau isteri masing-masing meninggalkan sel penjara kesepian dan keterasingan yang disebabkan oleh sikap yang terpusat pada diri sendiri (self centeredness). Dengan mencintai, masing-masing akan merasakan arti persatuan baru, arti "menjadi satu daging", arti persekutuan hidup (consortium totius vitae).
Lebih dari itu, masing-masing merasakan potensi membangkitkan cinta dengan mencintai, bukan karena ketergantungan untuk menerima dengan dicintai dan karena itu harus menjadi kecil tak berdaya, melainkan sebalikya aku dicintai karena aku mencintai pasangan. Cinta yang tidak dewasa (kanak-kanak) berkata aku mencintaimu karena aku membutuhkanmu, sebaliknya cinta yang dewasa akan mengatakan: aku membutuhkanmu karena aku mencintaimu.
Kesejahteraan suami isteri sebagai unsur hakiki dan tujuan personal perkawinan, membutuhkan cinta tanpa syarat. Dalam perkawinan, "bonum coniugum" sebagai unsur hakiki dan tujua menghendaki agar suami isteri tidak saling memanfaatkan. Masing-masing harus belajar berdialog dengan saling mencintai satu sama lain tanpa syarat. John Powel merangkum pandangannya tentang apa yang biasanya terjadi atas suami isteri yang berubah dari dicintai menjadi mencintai dan menemukan kesempurnaan dalam hidup. Ada lima hal pokok transformasi "bonum coniugum" dari dicintai menjadi mencintai:
•1)      Menerima diri sendiri: orang yang yang sepenuhnya giat menerima dan mencintai diri mereka sendiri apa adanya,
•2)      Menjadi diri sendiri: orang yang sepenuhnya bebas meneriman jati diri mereka yang sesungguhnya,
•3)      Melupakan diri sendiri: belajar menerima dan menjadi diri mereka sendiri, suami isteri secara utuh dan total giat mengembangkan diri untuk mencintai pasangan,
•4)      Percaya: belajar melampaui perhatian yang hanya terarah pada diri sendiri dan percaya pada pasangan serta menemukan makna dalam hidup berpasangan,
•5)      Memiliki: hidup yang utuh, menjadikan hidup sebagai rumah yang memilki rasa kebersamaan.
Dalam proses mencintai itu ada 3 tahapan penting. Pertama, kemurahan (kindness): kepastian kehangatan bahwa aku di sisimu. Aku peduli padamu. Dalam tahap ini dasar cinta adalah pernyataan untuk memerhatikan kebahagiaan orang yang dicintai dan penegasan-kepastian atas harga diri pribadi. Kedua, dorongan (encouragment): menganggap pasangan sebagai sumber kekuatan dan memberikan ruang yang bebas bagi pasangan untuk berkembang. Powel menyebutnya sebagai cinta pasangan yang membebaskan. Bagi dia, cinta berarti memberikan seseorang akar rasa memiliki, dan sayap rasa mandiri dan kebebasan. Mendorong berarti memberikan keteguhan hati kepada pasangannya. Ketiga, tantangan (challenges): menyatakan kepastian mencintai adalah keputusan dan tegas untuk bertindak. Setelah menyatakan kemurahan"aku ada untukmu" dan memberikan keteguhan hati "kamu dapat melakukannya", cinta sejati harus mengajak pasangan untuk berkembang; bertumbuh melampaui batas-batas egoisme diri, mengatasi apa yang selalu dipandang terlalu sulit, memberantas kebiasaan pasangan yang merusak diri sendiri atau pasangan, mengatasi rasa takut untuk jujur dan percaya pada pasangan, mengungkapkan perasaan yang tertekan pada pasangan, menghentikan dendam, memberi maaf dan pengampunan yang menyembuhkan pasangan.

Trend Komunikasi Masa Kini

Diposting oleh St. Nicodemus

Melihat dan menanggapi perkembangan dan trend komunikasi masa kini kami ( Pengurus Lingkungan St.Nicodemus )anggap perlu untuk  kami kutip dan bagikan permenungan dari pesan Bpk. Paus Benedictus XVI yang ditulis oleh Sekretaris Executive komisi Komsos KWI


Media Digital Baru dan Gelanggang Evangelisasi

11 Mei 2009 16:12

Refleksi atas Pesan Bapa Suci pada Hari Komunikasi Sedunia ke-43
(Rm. Agus Alfons Duka, SVD)

Dalam rangka memperingati Hari Komunikasi Sosial sedunia ke- 43 tahun 2009 yang dirayakan pada 24 Mei, Paus Benediktus XVI menyampaikan pesan komunikasi kepada seluruh umat Katolik sedunia dengan tema 'Teknologi Baru, Relasi Baru: memajukan budaya menghormati, dialog dan persahabatan.'  Tema ini merupakan bentuk perhatian gereja terhadap perkembangan teknologi baru yang kian hari mempengaruhi cara berpikir dan berperilaku masyarakat teristimewa mereka yang dikategori sebagai generasi digital. Ada dua gagasan utama yang ditandaskan Bapa Suci dalam tema dimaksud yakni teknologi baru sebagai sarana dan manusia sebagai pihak yang berkepentingan dengan teknologi itu. Penekanan Bapa Suci terletak pada bagaimana kedua unsur itu berinteraksi dan berkorelasi.
Pada prinsipnya, sarana komunikasi sosial apapun bentuk dan kemasannya, ia harus dipandang sebagai ‘restu Allah' (Inter Mirifica no 1) dan ‘anugerah Allah'(Communio et Progressio no 2). Itulah posisi teologis dari gereja. Karena fungsinya sebagai sarana, maka ia harus memfasilitasi terbangunnya 'kesatuan dan kemajuan' umat manusia sebagai tujuan komunikasi Kristiani.
Semoga mereka menjadi satu sama seperti kita adalah satu.

Inilah penggalan doa yang disampaikan oleh Yesus kepada Bapa sebelum Ia meninggalkan dunia. Doa ini lantas dikenal sebagai doa Yesus dalam kapasitasnya sebagai summus sacerdos (Imam Agung).Tentu kesatuan (unity) yang menjadi isi doa Yesus bukan dalam arti seragam (conformity). Ia lebih bermakna sehati dan sepenanggungan. Kesatuan seperti ini tidak harus terbingkai dalam kebersamaan fisik (tempat yang sama dan pada saat yang sama). Kesatuan versi doa Yesus memiliki semangat (spiritualitas) yang sama dalam rupa-rupa kegiatan. Demikianlah ‘Ada rupa-rupa karunia, tetapi roh itu satu dan sama'(1Kor 12:4).

Teknologi digital baru sedang memainkan peran itu. Keluarga-keluarga yang para anggotanya terpaksa tinggal terpisah dan jauh oleh karena kerja, sekolah, atau tugas-tugas tertentu kini dapat berhubungan dan menjalin kontak satu dengan lain dengan menggunakan telpon seluler. Internet yang kian hari kian canggih dengan menghadirkan video camera (suara dan gambar) membuat jarak dan waktu menjadi tereliminasi. Solidaritas antar bangsa pun semakin hari meningkat. Tatkala Indonesia mengalami bencana alam, banyak negara lain mengirim bantuannya baik tenaga maupun dana  memperingan penderitaan korban bencana setelah mendengar di radio, menonton di televisi, berselancar di internet. Para mahasiswa dan peneliti tidak perlu lagi mengeluarkan banyak biaya dan waktu untuk mencari bahan-bahan rujukan untuk penelitian mereka di berbagai perpustakaan. Cukup mengakses internet di kamarnya, semua informasi sudah bisa didapatkan. Kaum muda tidak saja membangun pertemanan dengan orang-orang di seputar sekolah, komunitas dan lingkungan mereka. Mereka memperoleh banyak teman di berbagai negara lewat internet (persahabatan online). Sungguh, media digital modern memberikan peluang untuk terciptanya communio et progressio (kesatuan dan kemajuan). Atau boleh kita katakan, doa Yesus dalam kapasitasnya sebagai imam agung sedang terlaksana oleh kehadiran teknologi baru ini.
 
Waspada terhadap Teknokrasi
Walaupun demikian, kita hendaknya perlu bermawas diri agar tidak menjadikan media digital baru sebagai suatu euforia. Dengan karakter teknologis, media baru memiliki daya pikat, menarik banyak orang kepadanya yang pada gilirannya bisa menghilangkan peran utamanya  sebagai sarana lalu berubah menjadi tujuan itu sendiri(teknosentrisme).
Pada pihak lain, ciri modistik(mode) teknologi baru membuat sarana-sarana itu masih bersifat elitis: mahal harganya dan sulit aksesnya terhadap piranti teknologis itu. Dengan demikian, hanya orang kota dan atau berduitlah yang memiliki kemudahan ke piranti teknologi baru dimaksud. Itu berarti, yang bisa memanfaatkan media teknologi baru untuk kepentingan kesatuan dan kemajuan adalah kategori orang yang punya power ekonomi dan politik. Lalu, mereka yang tidak mempunyai akses akan tetap didera dengan kemiskinan informasi. Media modern dengan demikian justru memperdalam jurang dan diskriminasi dan bukan membangun kesatuan dan kemajuan.
Paus Benediktus dalam pesan komunikasinya  pada perayaan hari komunikasi sosial sedunia tahun ini mengimbau  kita semua  agar tidak saja menggunakan media komunikasi secara proporsional tetapi juga mengupayakan penyamarataan  penyebaran media untuk semua orang.
Media Digital Baru sebagai Gelanggang Evangelisasi
Pada akhirnya, dalam pesan komunikasinya, Bapa Suci mengundang semua  orang yang bekehendak baik, teristimewa kaum muda yang lahir sebagai generasi digital untuk menjadikan teknologi digital baru sebagai suatu ‘market place' atau forum untuk memperjuangkan dan memajukan  budaya menghormati, meningkatkan dialog dan mempererat persahabatan. Bila kita masih saja bermusuhan dan saling curiga, bila banyak orang merasa dihina dan dinista oleh kehadiran media digital baru ini, maka yang paling bertanggungjawab terhadapnya adalah manusia pencipta dan pendistribusian media modern.  Dunia media baru harus menjadi gelanggang evangelisasi dari dan di tengah-tengah umat manusia.

Penulis, Sekretaris Eksekutif Komisi KomSos KWI



Sebersit Harapan dalam Lingkungan

Diposting oleh St. Nicodemus



Ungkapan Terimakasih Panitia Rekoleksi PASUTRI

Diposting oleh St. Nicodemus


Pada akhirnya, segenap Panitia Rekoleksi Pasutri St. Nicodemus – RK Sanjaya / XII mengucapkan terimakasih kepada yang terhormat Keuskupan Agung Jakarta dan Dewan Paroki Aloysius Gonzaga yang telah memberikan kontribusi sehingga acara rekoleksi pasutri lingkungan ini dapat dilaksanakan dan juga kepada Rm. Ch. Hardo Suyatno, MSF yang telah membantu memberikan waktu dan tenaganya untuk kami khususnya pasutri Lingkungan St. Nicodemus – RK Sanjaya / XII, serta kepada pada anggota panitia dan peserta yang terlibat sehingga rekoleksi pasutri ini dapat berjalan lancar.Laporannnya klilk link di bawah ini :

http://www.ziddu.com/download/6629829/LaporanPertanggungJawabanRekoleksiPasutri.doc.htm


Salam



Rekoleksi Pasutri Lingkungan St.Nicodemus

Diposting oleh St. Nicodemus



Sebagian dari pasangan-pasangan suami-istri Katolik sudah tahu cukup banyak dan cukup mendalam tentang panggilan dan perutusan yang mereka terima dari Tuhan, melalui perkawinan dan hidup berkeluarga, yang sedang mereka jalani. Namun, sebagian yang lain hanyalah tahu sedikit dan kurang mendalam tentang hal itu. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai hal.
Bagaimana pun, kiranya kita semua setuju, bahwa pemahaman yang cukup tentang perkawinan dan hidup berkeluarga itu berguna dan perlu bagi semua pasangan suami-istri, juga mereka yang beriman Katolik.
Hal itulah yang mendorong kami untuk mengadakan rekoleksi pasutri.  Rekoleksi Pasutri ini ditujukan kepada setiap pasangan suami istri di Lingkungan St. Nicodemus dan RK Sanjaya dengan HARAPAN agar semakin memahami makna berkeluarga dalam iman Katolik agar setiap pasangan suami istri  ini mendapat semangat yang baru dalam membina kehidupan keluarga yang sedang dijalani.


Lingkungan St. Nicodemus

Diposting oleh St. Nicodemus

Lingkungan adalah sebagian dari Paroki yang dibentuk dari sejumlah keluarga dan warga yang tinggal berdekatan. Apabila jumlah keluarga dalam lingkungan telah melebihi 60 (enam puluh) keluarga atau berdasarkan pertimbangan lain dari Rapat Dewan Paroki. Maka Dewan Paroki dapat memutuskan untuk melakukan pemekaran Lingkungan.
Itulah mengapa di Lingkungan St.Nicodemus yang warganya sudah lebih dari 70 Keluarga diupayakan pemekaran lingkungan menjadi dua lingkungan.
Dengan tujuan agar lingkungan dapat dengan mudah dikelolah dan  semakin banyak umat terlibat, saling kenal, saling mengasihi, kompak, dan tidak ada satu "domba" pun yang hilang.
Melihat sejarah berdirinya Lingkungan St.Nicodemus klik link dibawah ini....
.http://www.ziddu.com/download/6605211/SejarahLing.Nicodemus.doc.html