Share |

“Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.”

Diposting oleh St. Nicodemus


Mg Biasa XXII : Sir 3:17-18.20.28-29; Ibr 12: 18-19.22-24a; Luk 14:1.7-14


Dalam amplop undangan untuk pesta, seminar atau rapat sering tertulis ‘maaf kalau salah menulis nama’ di bawah nama dan alamat yang dituju, lebih-lebih terkait dengan gelar atau pangkat yang bersangkutan. Memang ada orang yang merasa bangga dan terhormat ketika gelar atau pangkat dengan lengkap tertulis dalam namanya, misalnya ‘Prof’, ‘Dr’, ‘Ir’ MPH, MBA, dst… atau ‘Raden’dst.. Jika yang bersangkutan sungguh menghayati gelar atau pangkat yang tertulis pada namanya mungkin baik-baik saja atau bahkan ada orang yang malu mencantumkan gelar atau pangkat pada namanya, karena merasa dirinya tak layak mengenakan gelar atau pangkat tersebut. Ada pejabat atau petinggi ketika kurang dihormati merasa tersinggung dan marah. Sabda Yesus hari ini mengingatkan dan mengajak kita semua untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati yang mendalam, maka marilah kita renungkan dan hayati sabda Yesus tersebut.

Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan." (Luk 14:11)

Harta ini kami punyai dalam bejana tanah liat, supaya nyata, bahwa kekuatan yang melimpah-limpah itu berasal dari Allah, bukan dari diri kami” (2Kor 4:7), demikian kesaksian iman Paulus, rasul agung yang rendah hati. Mereka yang kita nilai agung atau besar di dalam Gereja Katolik ini senantiasa menyatakan diri dan berusaha untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati: Para Uskup atau Gembala kita senantiasa menyatakan diri sebagai hamba yang hina dina, sedangkan Paus/Bapa Suci menyatakan diri sebagai hamba dari para hamba yang hina dina. Maka marilah kita dukung dambaan para gembala kita ini dengan mendoakannya serta berusaha untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati yang mendalam dimanapun dan kapanpun.

Rendah hati adalah sikap dan perilaku yang tidak suka menonjolkan dan menomorsatukan diri, yaitu dengan menenggang perasaan orang lain. Meskipun pada kenyataannya lebih dari orang lain, ia dapat menahan diri untuk tidak menonjolkan dirinya” (Prof Dr Edi Sedyawati/edit: Pedoman Penanaman Budi Pekerti Luhur, Balai Pustaka – Jakarta 1997, hal 24). “Menenggang perasaan orang lain” dan “dapat menahan diri” itulah kiranya yang baik kita hayati dan sebarluaskan dalam hidup dan cara bertindak kita setiap hari dimanapun dan kapanpun, untuk itu kiranya dibutuhkan matiraga yang dijiwai dengan pengorbanan-pengorbanan diri. Hari-hari ini saudara-saudari kita, umat Islam, masih dalam perjalanan berpuasa selama tiga puluh hari, maka baiklah kita bertenggang rasa dengan mereka sekaligus mawas diri perihah keutamaan ‘matiraga’ yang sangat dibutuhkan untuk hidup dan bertindak rendah hati.

Secara harafiah ‘matiraga’ berarti mematikan raga atau tubuh, sedangkan yang dimaksudkan adalah mengendalikan gejolak dan nafsu tubuh/raga agar bergerak atau berfungsi sesuai dengan kehendak Allah. Gejolak nafsu yang merayu kita antara lain nafsu akan harta benda/uang, pangkat/kedudukan, kehormatan duniawi dan seksual. Bermatiraga dalam hal-hal itu berarti memfungsikan harta benda atau uang, menghayati pangkat atau kedudukan serta kehormatan dunia maupun hubungan seksual demi keselamatan atau kebahagiaan jiwa kita sendiri maupun sesama atau saudara-saudari kita. Ketika kita mampu melaksanakan hal itu kiranya kita akan hidup dan bertindak dengan rendah hati, ‘merendahkan diri’ di hadapan orang lain. Kami berharap para pemimpin, atasan, orangtua atau petinggi dapat menjadi contoh atau teladan dalam hidup dan bertindak dengan rendah hati yang mendalam. Semakin kaya akan harta benda/uang, jabatan atau kedudukan, kehormatan duniawi, tambah usia dan pengalaman, dst.. hendaknya semakin rendah hati, sebagaimana dikatakan oleh pepatah “Bulir padi semakin berisi semakin menunduk, sedangkan bulir padi yang tak berisi akan menengadah ke atas”.

“Kamu sudah datang ke Bukit Sion, ke kota Allah yang hidup, Yerusalem sorgawi dan kepada beribu-ribu malaikat, suatu kumpulan yang meriah, dan kepada jemaat anak-anak sulung, yang namanya terdaftar di sorga, dan kepada Allah, yang menghakimi semua orang, dan kepada roh-roh orang-orang benar yang telah menjadi sempurna, dan kepada Yesus, Pengantara perjanjian baru,” (Ibr 12:22-24a)

Kutipan di atas ini mengindikasikan suatu ingatan bahwa ketika kita sedang memasuki atau berada di dalam tempat ibadat (gereja/kapel, masjid, kuil, pura, dst..) pada umumnya bersikap rendah hati, penuh hormat, hening serta merasa damai dan tenteram dalam persaudaraan dengan Tuhan maupun sesama manusia. Hendaknya pengalaman tersebut tidak dipisahkan dari pengalaman atau cara hidup dan cara bertindak sehari-hari dimanapun dan kapanpun. “Iman tanpa perbuatan pada hakekatnya mati”, demikian kata Yakobus dalam suratnya. Sikap hidup terhadap Tuhan dan sikap hidup terhadap sesama manusia serta ciptaan lainnya bagaikan mata uang bermuka dua, dapat dibedakan tetapi tak dapat dipisahkan.

Marilah kita hidup bersama dalam kemeriahan sebagai anak-anak Allah, orang-orang yang mempersembahkan diri seutuhnya kepada Allah, sebagai orang-orang ‘yang namanya terdaftar di sorga’. Harap disadari dan dihayati baru dalam status ‘terdaftar’, belum ‘diakui’, apalagi ‘disamakan’, hidup kita di dunia ini belum atau tidak sama di sorga. Panggilan atau tugas pengutusan kita semua adalah berusaha agar hidup dan bertindak kita di dunia ini sama seperti di sorga, sebagaimana setiap kali kita doadakan dalam doa Bapa Kami “Jadilah kehendakMu di dunia ini seperti di dalam sorga”. Cara untuk itu antara lain senantiasa setia pada dan melaksanakan sepenuhnya janji-janji yang pernah kita ikrarkan, misalnya janji baptis, janji perkawinan, janji imamat, kaul, janji atau sumpah pegawai atau jabatan dst…

Lakukanlah pekerjaanmu dengan sopan, ya anakku, maka engkau akan lebih disayangi dari pada orang yang ramah-tamah. Makin besar engkau, makin patut kaurendahkan dirimu, supaya kaudapat karunia di hadapan Tuhan”(Sir 3:17-18). Kutipan ini kiranya semakin menegaskan dan meneguhkan kita semua untuk hidup dan bertindak dengan rendah hati yang mendalam. Marilah kita lakukan pekerjaan kita apapun dengan sopan. Sopan berarti menghadirkan diri sedemikian rupa sehingga tidak melecehkan atau merendahkan yang lain dan membuat orang lain semakin tergerak untuk semakin beriman atau semakin mempersembahkan diri seutuhnya kepada Tuhan, semakin suci, semakin dikasihi oleh Tuhan dan sesama manusia. Kami harapkan kita senantiasa berpakaian sopan, jauhkan cara berpakaian yang merangsang orang lain untuk berbuat dosa atau melakukan kejahatan. Berpakaianlah sedemikian rupa sehingga orang yang melihat anda akan memuji, memuliakan, menghormati dan mengabdi Tuhan.

“Orang-orang benar bersukacita, mereka beria-ria di hadapan Allah, bergembira dan bersukacita. Bernyanyilah bagi Allah, mazmurkanlah nama-Nya, buatlah jalan bagi Dia yang berkendaraan melintasi awan-awan! Nama-Nya ialah TUHAN; beria-rialah di hadapan-Nya! Bapa bagi anak yatim dan Pelindung bagi para janda, itulah Allah di kediaman-Nya yang kudus; Allah memberi tempat tinggal kepada orang-orang sebatang kara, Ia mengeluarkan orang-orang tahanan, sehingga mereka bahagia, tetapi pemberontak-pemberontak tinggal di tanah yang gundul

(Mzm 68:4-7)


Sab, 28/8/10, ign sumarya <ign.rmmarya@gmail.com>

Paduan Suara Nicsan XII

Diposting oleh St. Nicodemus


Paduan suara Nicsan setelah mengikuti audisi di Basilika St.Petrus dan ziarah di Vatikan.


Gereja Katolik: Satu, Kudus, Katolik & Apostolik oleh: P. Francis J. Peffley

Diposting oleh St. Nicodemus

Hampir 2000 tahun yang lalu, Yesus Kristus menetapkan Gereja-Nya di dunia. Selama berabad-abad, Gereja-Nya itu tetap satu, memenuhi perkataan St. Paulus akan “satu Tuhan, satu iman, satu baptisan”, dan melestarikan ajaran-ajaran Kitab Suci serta tradisi-tradisi Kristiani. Namun demikian, bermula dari Reformasi Protestan pada tahun 1500, sekonyong-konyong, dengan sangat menyedihkan, kekristenan terpecah-belah menjadi begitu banyak sekte. Kaum pemrotes ini (yang kemudian dikenal sebagai Protestan) menolak iman Katolik dan melepaskan diri dari Gereja. Mereka mendirikan gereja-gereja baru dengan hukum-hukum baru serta pemimpin-pemimpin baru. Banyak di antara sekte-sekte ini, seiring dengan berjalannya waktu, akhirnya terpecah-belah lagi menjadi sekte-sekte baru yang saling tidak bersesuaian satu dengan lainnya. Hingga saat ini, tercatat kurang lebih 30.000 sekte Protestan yang berbeda, masing-masing percaya akan ajaran mereka masing-masing, yang saling bertentangan satu dengan lainnya.

Sementara itu, tetap hanya ada satu Gereja Katolik Roma; yang tetap satu dalam iman dan kepercayaan setelah 2000 tahun lamanya. Yang menjadikan Gereja Katolik unik adalah keempat “sifat” atau ciri-ciri hakikat Gereja, yaitu, Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik.


SATU
Gereja Katolik adalah SATU karena semua anggotanya mempraktekkan satu iman, satu dalam komuni, dan ada di bawah Kepala Gereja yang satu, yaitu Paus, yang mewakili Kepala Gereja yang tidak kelihatan, yaitu Yesus Kristus (Yoh 10:16). Di negara mana pun kita tinggal, ajaran-ajaran pokok iman dan kepercayaan yang sama akan membimbing iman kita sebagai seorang Katolik, mempersatukan kita - semua orang Katolik di seluruh dunia - dalam iman. Di gereja-gereja Katolik di seluruh dunia kita akan mendengar - walaupun dalam bahasa yang berbeda-beda - doa-doa dasar yang sama (Bapa Kami, Salam Maria, Kemuliaan, dll), pokok-pokok katekese yang sama, dan yang terutama Misa Kudus yang sama (yang paling utama dalam mempersatukan segala doa dan karya Gereja). Oleh karena segenap uskup, imam dan awam Katolik semuanya dipersatukan di bawah pimpinan yang sama, Bapa Paus, maka dimungkinkanlah persatuan yang sedemikian itu. Kristus Sendiri merencanakannya demikian ketika Ia memilih keduabelas Rasul-Nya (para imam dan uskup pertama Gereja) serta menetapkan Petrus sebagai kepala mereka.

KUDUS
Gereja Katolik adalah KUDUS karena pendirinya, Yesus Kristus, adalah kudus; Gereja mengajarkan ajaran-ajaran-Nya yang kudus; yang memungkinkan kita menjadi kudus (1 Pet 1:15). Yesus Kristus, Kepala Gereja yang tak nampak, menyatakan kekudusan-Nya lewat ajaran-ajaran-Nya yang murni dan tanpa salah, yang Ia wartakan semasa hidup-Nya di dunia, dan lewat mukjizat-mukjizat, serta tindakan-tindakan tanpa cela yang dilakukan-Nya. Seperti orang banyak pada zaman-Nya telah menyatakannya, hanya Tuhan Sendiri-lah, yang dapat melakukan hal-hal demikian. Yesus menghendaki kita agar mengikuti-Nya (Mat 5:48), dan melalui Gereja dan ketujuh Sakramen yang Ia tetapkan, Yesus menunjukkan jalan-Nya kepada kita. Seperti kepala memimpin tubuh, demikian juga Yesus memimpin Tubuh-Nya, yaitu Gereja, yang memungkinkan kita, melalui Dia, menjadi kudus dan dengan demikian mewarisi hidup yang kekal (Rm 8:17). Setiap Sakramen dan setiap ajaran Gereja mendekatkan kekudusan ke dalam jangkauan kita, seperti telah dibuktikan oleh begitu banyak para kudus dalam Gereja Katolik.

KATOLIK
Gereja Katolik adalah KATOLIK (bahasa Yunani, artinya 'umum' atau 'merangkul semua') dalam tiga hal. Umum menurut waktu, karena sejak saat Kristus mengutus para Rasul-Nya hingga saat ini, Gereja berdiri, mengajar, serta berkarya, untuk membawa orang datang kepada Kristus. Umum menurut tempat, sebab Gereja tidak terikat pada suatu bangsa tertentu, melainkan terbuka bagi semua orang (Mat 28:19) dan sesungguhnya, jangkauan Gereja lebih luas mencakup berbagai bangsa dibandingkan agama lain mana pun. Umum menurut ajarannya, sebab Gereja menawarkan ajaran-ajaran dan sakramen-sakramen yang sama, di mana pun, dalam bahasa apa pun, dan dalam berbagai tingkatan sosial, mulai dari yang kaya hingga yang miskin. Lagipula, sesuai janji Yesus Sendiri, Gereja akan tetap terus demikian hingga akhir jaman.

APOSTOLIK
Gereja Katolik adalah APOSTOLIK karena didirikan oleh Kristus atas para apostolos (bahasa Latin, artinya rasul) dan senantiasa dipimpin oleh para penerus mereka. Setelah Kristus menetapkan keduabelas rasul-Nya (Lukas 6:14) sebagai para imam dan para uskup pertama Gereja, selanjutnya mereka menetapkan para rasul lain (Kis 1:23), para diakon (Kis 6:5), para imam (1Tim 4:14; Titus 1:5), para uskup (Flp 1:1) dan para murid guna melestarikan serta menyebarluaskan ajaran-ajaran Kristus. Paus Yohanes Paulus II adalah Uskup Roma yang ke-264; St. Petrus yang pertama. Uskup Roma merupakan pemimpin dari semua uskup di seluruh dunia, sama seperti St. Petrus dipilih Kristus untuk menjadi pemimpin atas para rasul (Mat 16:18; Yoh 21:15). Uskup Roma lebih dikenal dengan sebutan “Paus”, yang berasal dari kata Latin papa, artinya “Bapa”.

sumber : “Timeline of Christianity” by Father Peffley; Father Peffley's Web Site; www.transporter.com/fatherpeffley
Diperkenankan mengutip / menyebarluaskan artikel di atas dengan mencantumkan: “diterjemahkan oleh YESAYA: www.indocell.net/yesaya atas ijin Fr. Francis J. Peffley.”

Vatikan Bantah Aturan Selibat Penyebab Skandal Seks Pastor

Diposting oleh St. Nicodemus

(Roma 15/3/2010) Kasus paedofilia atau pelecehan seksual terhadap anak-anak yang dilakukan oleh para pastor di Eropa dan Amerika Serikat kerap terdengar. Vatikan membantah bahwa kewajiban selibat (hidup melajang atau tidak kawin) bagi para pastur merupakan akar penyebab berbagai skandal seks tersebut.


Anggapan bahwa aturan selibat tersebut ikut berperan dalam 'penyimpangan perilaku' seksual para pastur tersebut belakangan ramai beredar. Koran-koran Jerman dalam kolom-kolom opini terang-terangan menyebut aturan selibat sebagai penyebab skandal seks tersebut. Para komentator Italia bahkan mempertanyakan kewajiban selibat tersebut.

Bahkan salah seorang penasihat terdekat Paus Benediktus XVI, Kardinal Keuskupan Wina, Christoph Schoenborn belum lama ini menyerukan adanya peninjauan jujur atas masalah-masalah seperti selibat dan pendidikan kepastoran untuk memberantas sumber penyimpangan seks.

"Sebagian dari itu adalah pertanyaan mengenai selibat, serta masalah pengembangan karakter. Dan sebagian dari itu adalah kejujuran, di dalam gereja tapi juga dalam masyarakat," tulis Schoenborn dalam edisi online surat kabar keuskupannya.

Namun kantornya kemudian dengan cepat menekankan bahwa Kardinal Schoenborn tidak mempertanyakan selibat pastor. Paus Benediktus XVI baru-baru ini menekankan bahwa selibat merupakan ekspresi pelayanan seseorang pada Tuhan dan lainnya.

Vatikan menegaskan bahwa aturan selibat tak ada kaitan dengan skandal seks pastor. "Telah diketahui bahwa itu tak ada kaitan," tulis Uskup Giuseppe Versaldi dalam artikel di surat kabar Vatikan, L'Osservatore Romano seperti dilansir News.com.au, Senin (15/3/2010).

"Pertama-tama, diketahui bahwa pelanggaran seksual terhadap anak-anak lebih luas di kalangan awam dan mereka yang menikah dibandingkan di kalangan pastor yang berselibat," tulis Versaldi.

"Kedua, riset telah menunjukkan bahwa pastor-pastor yang bersalah atas pelanggaran itu telah lama meninggalkan selibat," imbuhnya.

Vatikan telah bersikap defensif sejak beberapa dari 170 mantan murid dari sekolah-sekolah Katolik di Jerman, negara asal Paus Benediktus membeberkan kasus seksual yang dialami mereka, termasuk dalam kelompok paduan suara anak laki-laki yang dulu pernah dipimpin oleh saudara laki-laki Benediktus.(detik.com)

Hari Komunikasi Sedunia ke-44 ( 04 Mei 2010 15:37 )

Diposting oleh St. Nicodemus


PESAN BAPA SUCI BENEDIKTUS XVI
PADA HARI KOMUNIKASI SEDUNIA ke-44
16 MEI 2010





Imam dan Pelayanan Pastoral di Dunia Digital: Media Baru demi Pelayanan Sabda

Saudara dan Saudariku Terkasih,

1. Tema Hari Komunikasi Sedunia tahun ini - Imam dan Pelayanan Pastoral di Du
nia Digital: Media Baru demi Pelayanan Sabda- disampaikan bertepatan dengan perayaan Gereja tentang Tahun Imam. Tema ini memusatkan perhatian pada komunikasi digital, suatu bidang pastoral yang peka dan penting, yang memberikan kemungkinan baru bagi para imam dalam menunaikan pelayanan kegembalaannya demi dan untuk Sabda. Berbagai komunitas Gereja sebenarnya telah menggunakan media modern untuk mengembangkan komunikasi, melibatkan diri dalam masyarakat serta mendorong dialog pada tingkat yang lebih luas. Akan tetapi penyebarannya yang tak terbendung serta dampak sosial yang besar pada jaman kini, media itu semakin menjadi penting bagi pelayanan imam yang berhasilguna.

2. Tugas utama semua imam adalah mewartakan Yesus Kristus, Sabda Allah yang inkarnasi dan mengkomunikasi rahmat penyelamatan-Nya melalui sakramen-sakramen. Dihimpun dan dipanggil oleh Sabda, Gereja menjadi tanda dan sarana persekutuan Allah dengan semua orang. Setiap imam dipanggil untuk membangun persekutuan dalam Kristus dan bersama Kristus. Disinilah terletak martabat yang luhur dan indah perutusan seorang imam yang secara istimewa menjawabi tantangan yang ditampilkan oleh Rasul Paulus: 'Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan.'...Sebab barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan, akan diselamatkan. Tetapi bagaimana mereka dapat berseru kepada-Nya jika mereka tidak percaya kepada Dia? Dan bagaimana mereka dapat percaya kepada Dia jika mereka tidak mendengarkan tentang Dia? Bagaimana mereka mendengarkan tentang Dia jika tidak ada yang memberitakan-Nya? Dan bagaimana mereka dapat memberitakan-Nya jika mereka tidak diutus? (Rom 10:11, 13-15).

3. Menggunakan teknologi komunikasi baru merupakan hal yang perlu dalam menjawab secara tepat tantangan-tantangan yang dirasakan kaum muda di tengah pergeseran budaya masa kini. Dunia komunikasi digital dengan daya ekspresi yang nyaris tak terbatas mendorong ki
ta untuk mengakui apa yang disampaikan oleh St.Paulus:'celakalah aku jika aku tidak mewartakan Injil (1Kor 9:16). Kemudahan mendapatkan teknologi baru yang kian berkembang menuntut tanggungjawab yang lebih besar dari orang-orang terpanggil untuk mewartakan Injil serta termotivasi, terarah dan efisien menunaikan usaha-usaha mereka. Para imam berada di ambang ‘era baru': karena semakin intensifnya relasi lintas batas yang dibentuk oleh pengaruh media komunikasi, demikian pula para imam dipanggil untuk memberikan jawaban pastoral dengan menempatkan media secara berdaya guna demi pelayanan Sabda.

4. Penyebaran komunikasi multimedia dengan ragam ‘menu pilihan' tidak dimaksudkan untuk sekadar menghadirkan para imam di internet atau sekadar menjadikan internet ruang untuk diisi. Para imam diharapkan menjadi saksi setia terhadap Injil di dalam dunia komunikasi digital dengan menunaikan perannya sebagai pemimpin-pemimpin komunitas yang terus menerus mengungkapkan dirinya dengan ‘suara yang berbeda' yang dihadirkan oleh pasaraya digital. Dengan demikian, para imam ditantang untuk mewartakan Injil dengan menggunakan generasi teknologi audiovisual yang paling mutakhir (gambar, video, fitur animasi,blog dan website
) yang seiiring dengan media tradisional dapat membuka wawasan baru dan luas demi dialog, evangelisasi dan katekese.



5. Dengan menggunakan teknologi komunikasi baru, para imam dapat
m
emperkenalkan kehidupan menggereja kepada umat dan membantu orang-orang jaman sekarang menemukan wajah Kristus. Hal ini akan dicapai dengan baik apabila mereka belajar -sejak dari masa pembinaan mereka- bagaimana memanfaatkan teknologi komunikasi secara kompeten dan selaras dengan pemahaman teologis yang mendalam dan spiritualitas imam yang kokoh, berakar pada dialog terus menerus dengan Tuhan. Dalam dunia komunikasi digital, para imam -lebih dari sekadar sebagai ahli media- seharusnya mengungkapkan kedekatannya dengan Kristus untuk memberikan ‘jiwa' baik bagi pelayanan pastoralnya maupun bagi aliran komunikasi internet yang tak terbendung.

6. Kasih Allah kepada semua orang dalam Kristus mesti diungkapkan dalam dunia digital bukan sekadar sebagai benda kadaluwarsa atau teori orang terpelajar tetapi sebagai sesuatu yang sungguh nyata, hadir dan melibatkan diri. Oleh karena itu, kehadiran pastoral kita di dalam dunia seperti itu harus bermanfaat untuk memperkenalkan orang-orang jaman sekarang teristimewa mereka yang mengalami ketidakpastian dan kebingungan, ‘bahwa Allah itu dekat, bahwa di dalam Kristus kita semua saling memiliki' (Benediktus XVI, Untuk Curia Romana,21 Desember 2009)

7. Siapakah yang lebih baik dari seorang imam, yang sebagai abdi Allah dan melalui kemampuannya di bidang teknologi digital dapat mengembangkan dan menunaikan pelayanan pastoralnya , menghadirkan Allah secara nyata di dunia jaman sekarang dan menampakkan kebijaksanaan rohani masa lampau sebagai harta yang mengilhami usaha kita untuk hidup layak dimasa kini sambil membangun masa depan yang lebih baik? Kaum laki-laki dan perempuan religius yang bekerja di bidang media komunikasi memiliki tangggjawab istimewa untuk membuka pintu bagi berbagai pendekatan baru, mempertahankan mutu interaksi manusia, menunjukkan perhatiannya bagi individu serta kebutuhan rohaninya yang sejati. Dengan demikian, mereka dapat menolong kaum laki-laki dan perempuan di jaman digital ini merasakan kehadiran Tuhan, menumbuhkan kerinduan dan harapan serta mendekatkan diri pada Sabda Allah yang menganugerakan keselamatan dan membangun manusia secara utuh. Dengan demikian, Sabda Allah dapat berjalan melintasi berbagai persimpangan yang tercipta oleh simpangsiurnya aneka ragam ‘jalan tol' yang membentuk ‘ruang maya' dan menunjukkan bahwa Allah memiliki tempat-Nya yang tepat pada setiap jaman, termasuk di jaman kita ini. Berkat media komunikasi baru, Tuhan dapat menapaki jalan-jalan perkotaan kita sambil berhenti di depan ambang rumah dan hati kita dan mengatakan lagi: Lihatlah, Aku berdiri de depan pintu dan mengetuk, Jika ada yang mendengar suara-Ku dan membukakan pintu, Aku akan masuk ke dalam rumahnya dan makan bersama dia dan dia bersama Aku" (Why.3:20)

8. Dalam Pesan tahun lalu, saya telah mendorong para pemimpin di dunia komunikasi untuk memajukan budaya menghormati demi nilai dan martabat manusia. Ini merupakan salah satu cara dimana Gereja dipanggil untuk menunaikan ‘palayanan terhadap budaya-budaya' di ‘benua digital' jaman sekarang. Dengan Injil di tangan dan di hati, kita mesti menegaskan lagi tentang perlunya mempersiapkan cara mengantar orang kepada Sabda Allah sambil memberikan perhatian kepada mereka untuk terus mencari bahkan kita harus mendorong pencarian mereka sebagai langkah awal evangelisasi. Kehadiran pastoral di dunia komunikasi digital justru mengantar kita untuk berkontak dengan penganut agama lain, dengan orang-orang tak beriman dan orang-orang dari berbagai budaya, menuntut kepekaan terhadap orang yang tidak percaya, putus asa dan yang memiliki kerinduan mendalam dan tak terungkapkan akan kebenaran abadi dan mutlak, Demikianlah seperti yang diramalkan oleh Nabi Yesaya tentang sebuah rumah doa bagi segala bangsa (bdk Yes 56:7), dapatkah kita tidak melihat internet sebagai ruang yang diberikan kepada kita - semacam ‘pelataran bagi orang-orang bukan Yahudi' di Bait Allah Yerusalem- yakni mereka yang belum mengenal Allah?

9. Perkembangan dunia digital dan teknologi baru merupakan sumber daya yang besar bagi manusia secara keseluruhan dan setiap individu sebagai daya dorong untuk perjumpaan dan dialog. Perkembangan ini juga memberikan peluang besar bagi orang beriman. Tidak ada pintu yang dapat dan harus ditutup bagi setiap orang yang atas nama Kristus yang bangkit, memiliki komitmen untuk semakin mendekatkan diri kepada orang lain. Secara khusus bagi para imam, media baru ini memberikan kemungkinan pastoral yang baru dan kaya, mendorong mereka untuk melibatkan diri ke dalam universalitas perutusan Gereja, membangun persahabatan yang luas dan konkrit serta memberikan kesaksian di dunia jaman kini tentang hidup baru yang berasal dari mendengar Injil Yesus, Putra Abadi yang datang demi keselamatan kita. Seiring dengan itu, para imam mestinya mengingat bahwa keberhasilan utama dari pelayanan mereka datang dari Kristus sendiri, yang ditemukan dan didengar dalam doa, diwartakan dalam kotbah, dihidupi lewat kesaksian; dan diketahui, dicinta dan dirayakan dalam sakramen-sakramen, khususnya sakramen ekaristi dan rekonsiliasi.

Untuk para imamku yang terkasih, sekali lagi saya mendorong anda untuk memanfaatkan kesempatan-kesempatan unik yang disumbangkan oleh komunikasi modern. Semoga Tuhan menjadikan kalian bentara-bentara Injil yang bersemangat di ‘ruang publik' baru media dewasa ini.

Dengan penuh keyakinan, saya memohonkan perlindungan Bunda Maria dan Santo Yohanes Maria Vianey (Pastor dari Ars, Pelindung para imam) dan dengan penuh kasih saya memberikan kepada anda sekalian berkat apostolikku.

Vatikan, 24 Januari 2010, Pesta Santo Fransiskus de Sales.

Paus Benediktus XVI

PASKAH 2010

Diposting oleh St. Nicodemus

Sambutan Ketua Panitia Paskah 2010


Para Romo, Pengurus DPP,para ketua  Wilayah dan para  ketua Lingkungan , Bapak-bapak dan Ibu-ibu serta saudara - i  dan teman-teman OMK serta anak – anak Bina Iman yang terkasih dalam Tuhan  Yesus Kristus.
Puji  syukur  kami  haturkan kepada Bapa di surga, karena kami - wilayah XII- diberi kepercayaan menjadi Panitia Pelaksana Perayaan Paskah 2010. Ini merupakan suatu kehormatan bagi kami menjadi bagian dari Gereja untuk menyelenggarakan event besar Paskah di paroki kita tercinta. Inilah pelayanan yang bisa kami persembahkan buat kemuliaan Tuhan.
Tugas yang tidak ringan dan cukup melelahkan ini dimulai dari pembentukan panitia pada akhir bulan November 2009, rapat – rapat koordinasi yg dilaksanakan secara maraton pada bulan – bulan berikutnya, hingga Hari Paskah ini. Terkadang situasi yang melelahkan ini membuat kami terjebak dalam ketegangan karena adanya perbedaan pandangan baik di antara panitia, Dewan Harian, Dewan Inti hingga Dewan Pleno. Bahkan barangkali mungkin kami pernah berbeda pendapat dengan petugas liturgi dan umat sekalian. Semuanya itu akhirnya kami sadari bahwa kita memiliki keinginan yang sama agar penyelenggaraan perayaan masa Prapaskah hingga Paskah dapat berjalan dengan lancar, aman, dan tentunya umat dapat beribadat, dan berdoa dengan penuh hikmat. Semuanya ini tentunya dapat terwujud berkat kerelaan kita dengan tulus dan sadar serta mau menggunakan hati, pikiran dan diri kita untuk menjalin hubungan dengan sesama tanpa pamrih

Untuk itu secara khusus kami mau menyampaikan penghargaan dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada para donatur baik lingkungan maupun perorangan, donatur internal maupun eksternal, media iklan, serta siapapun yang telah memberikan sumbangan pemikiran yang sangat membantu kelancaran penyelenggaran perayaan Paskah 2010.

Secara khusus, kami menyampaikan ucapan terimakasih kepada para romo paroki St. Aloysius Gonzaga Cijantung -Romo Agustinus Malo Bulu, CSsR dan Romo Enos Bulu Bali, CSsR- yang secara intens terus memberikan support kepada panitia, juga para romo tamu yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan sakramen tobat, semua petugas liturgi, Dewan Paroki Pleno, Dewan Paroki Inti, Dewan Paroki Harian, petugas keamanan baik dari DENZIPUR 3 KODAM Jaya, DENMA Kopassus, KORAMIL Pasar Rebo, Kepolisian Sektor Metro Pasar Rebo, Kelurahan Cijantung, Ketua RW 06, Ketua RT 001/06, Ketua RT 002/04, Ketua RT 006/06 Kelurahan Cijantung, POKDAR KAMTIBMAS Sub Sektor Ps. Rebo serta seluruh umat katolik paroki St.Aloysius Gonzaga yang tidak bisa saya sebut satu persatu, semoga ketulusan Anda membantu kami mendapat berkat Tuhan Yang Maha Kuasa.

Tentunya apa yang kami lakukan masih jauh dari kesempurnaan dan banyak kekurangan di sana-sini. Ada banyak keterbatasan yang kami miliki dan telah banyak kelemahan yang kami lakukan baik dalam tutur kata, tindakan maupun kurangnya pelayanan kami sejak Rabu Abu hingga hari Paskah ini, dan dengan rendah hati disertai dengan semangat kejujuran, kami memohon maaf atas semuanya itu. Kiranya dengan hidup, sengsara, wafat dan kebangkitan Tuhan kita Yesus Kristus, dapat mengampuni seluruh dosa dan kesalahan kami.

“SELAMAT PASKAH 2010”